MASIH MENCARI BENTUK....


18 August 2006

A MILLION DOLLAR LESSON


Seorang sopir taxi telah mengajarkan pada saya bagaimana memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Sebuah pelajaran berharga satu juta Dollar. Mungkin anda harus mengeluarkan ribuan Dollar untuk membayar seorang pembicara profesional dalam sebuah seminar atau pelatihan motivasi bagi karyawan perusahaan. Tapi kali ini saya hanya cukup mengeluarkan ongkos taxi seharga 12 Dollar saja.

Ceritanya begini: Suatu hari saya terbang ke Dallas untuk menemui seorang klien. Waktu itu sangat sempit, karena saya harus segera kembali ke airport. Saya menyetop sebuah taxi. Begitu tiba, dengan segera sopir taxi membuka pintu mobil untuk saya, dan memastikan bahwa saya telah duduk dengan nyaman di dalamnya.

Begitu ia duduk di belakang kemudi, ia menunjuk sebuah koran Wall Street Journal yang terlipat rapi di samping saya untuk dibaca. Lalu ia menawarkan beberapa kaset, dan menanyakan jenis musik apa yang saya sukai. "Wow," saya cukup terperanjat dengan pelayanan yang diberikannya. Saya menoleh ke sekeliling. Jangan-jangan ada program
"Candid Camera" yang ingin menjebak dan mengolok-olok saya. Dengan penuh penasaran saya memberanikan bertanya pada sopir taxi itu, "Wah, kelihatannya anda sangat senang sekali dengan pekerjaan anda ini. Tentu anda punya cerita yang panjang mengenai pekerjaan anda ini"



"Anda salah," jawabnya, "Dulu saya bekerja di Corporate America. Tetapi saya merasa lelah karena berapa pun kerasnya usaha untuk menjadi yang terbaik dalam perusahaan itu, ternyata tidak pernah memuaskan hati saya. Kemudian saya memutuskan untuk menemukan sebuah
ceruk dalam kehidupan saya dimana saya bisa merasa bangga dan puas karena mampu menjadi diri saya yang terbaik."

"Saya tahu," lanjutnya, "Saya takkan pernah bisa menjadi seorang ilmuwan roket, tetapi saya suka sekali mengendarai mobil dan memberikan pelayanan pada orang lain. Saya ingin merasa bahwa saya telah melakukan pekerjaan yang terbaik setiap harinya. Lalu, saya merenungi apa yang jadi kelebihan diri saya, dan wham.. saya menjadi seorang sopir taxi."

"Satu hal yang saya yakini, supaya saya meraih keberhasilan dalam usaha saya ini, saya hanya perlu memenuhi kebutuhan penumpang saya. Tetapi agar bisnis saya ini menjadi luar biasa, saya harus melebihi harapan penumpang saya. Tentu saja saya ingin meraih hasil yang luar
biasa, ketimbang yang biasa-biasa saja."

Waw, sebuah pelajaran nyata yang luar biasa. Menurut anda, apakah saya memberinya tip besar atas pelayanan yang diberikannya? Anda salah! Dia adalah kerugian bagi Corporate America, tetapi teman perjalanan yang baik.

Disadur dari: Petey Parker, A Million Dollar Lesson

19 April 2006

GUSTI ALLAH ORA SARE



Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam. Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan.

Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana.

Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala. Justify Full

Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada kehujanan...," begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja.

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar.

Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya
bertanya, "Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil menghisap rokok dalam- dalam.

"Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?" kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?" Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru...
"Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya." Bapak itu
melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan.....".

Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, "Gusti Allah ora sare". Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan
saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan
dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar. Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani.

Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil yang mogok.

Hmm...saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. "Ya Allah, Engkau Memang Tak Pernah Beristirahat" Untunglah,hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan.

Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare..... Gusti Allah Ora Sare.....

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak terduga. Selalu saja, Dia
memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya
lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan.

Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam
setiap doa saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap belajar, dan terus
belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.

Aku berdoa agar diberikan kekuatan...
Namun, Allah memberikanku cobaan agar aku
kuat menghadapinya.

Aku berdoa agar diberikan kebijaksanaan...
Namun, Allah memberikanku masalah agar aku mampu memecahkannya.

Aku berdoa agar diberikan kecerdasan...
Namun, Allah memberikanku otak dan pikiran agar aku dapat belajar dari-Nya.

Aku berdoa agar diberikan keberanian...
Namun, Allah memberikanku persoalan agar aku mampu menghadapinya.

Aku berdoa agar diberikan cinta dan kasih sayang.....
Namun, Allah memberikanku orang-orang yang luka hatinya agar aku dapat
berbagi dengannya.

Aku berdoa agar diberikan kebahagiaan...
Namun, Allah memberikanku pintu kesempatan agar aku dapat memanfaatkannya.


07 April 2006

Di bulan April lumayan banyak hari libur. Sebenarnya sih cuma dua tanggal merah, tapi keduanya berdekatan dengan hari libur kerja gw. Dimulai dari akhir Maret yang kemaren, tanggal 30 tanggal merah jatuh pada hari Kamis dan tanggal 31 dinyatakan Pemerentah sebagai hari off kerja (cuti nasional atau apalah namanya). Berarti orang-orang yang libur kerjanya Sabtu Minggu mengalami 4 hari libur; Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Puas beneer deh!! Ada yang rame-2 mudik ke kampung, plesiran ke luar kota bareng anak bini ato molor aja di rumah berhari-hari kayak gw.

Terus tanggal merah selanjutnya adalah tanggal 10 April yang jatuh pada hari Senin. Ini juga berarti banyak yang libur sampe tiga hari. Dan akhirnya gw bisa juga bebas dari Senin yang menyebalkan. Belum punya rencana nih mo ke mana; paling ya......molor lagi :D

Dan tanggal merah terakhir adalah tanggal 14 april yang bertepatan pada hari Jumat. Tuh, buat yang libur Sabtu Ahad lagi-lagi bisa liburan 3 hari penuh. Tapi sayang, tanggal 14 biasanya dah nggak ada uang buat foya-foya atawa plesiran. So, kegiatan yang pas buat tanggal ini adalah kegiatan yang tidak menghabiskan uang yaitu molor.


horeee.....bulan ini gua bisa banyak-banyak tidur

06 April 2006

DESIGN BARU LAGI



Whalllaaahhh...... blog apa toh ini? kok ya gonta ganti tampilan melulu lu. Isi postingannya juga malah tambah gak karuan.

17 March 2006

 

Kill Thy Neighbor


Preface
-------
If you do indeed take the
information provided in this art-
icle seriously enough to do it,
please forget where you read it.

Poisons:
--------
The first and probably least
known way to maime(such a nice word)
someone is through the use of
various herbal extracts..(no I
don't mean Sinsemella)

Diffenbachia (dumbcane)
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
Take 2-4 of the leaves and boil
them in water (don't inhale the fumes)
When the water becomes a greenish
color, take the leaves and throw
them away..Now take the liquid and
add it to the victims drink,food
etc..The victims voice goes kaput.

Oleander.
=-=-=-=-=
Take a twig of this bush and grind
it into a fine powder..Place the
powder in the salt shaker,or sub-
stitute it for any other type of
seasoning...Causes death within
3-4 hours...sometimes quicker

Poison Oak/Ivy.
=-=-=-=-=-=-=-=
Take the leaves and do the above
process..Or boil the leaves and
when the water turns brownish/green
pour it out into a vial...Add a few
drops to the victims beverage..
It tends to destroy the victims
vocal cords...

Systemic roses.
=-=-=-=-=-=-=-=
Take a rose bush and soak the ground
around it with a very poisonous
fertilizer..In the days following
the roses leaves,stems,etc will
become highly deadly..When the
victim gets scratched by it..He/she
dies..

Poisons Part 2
--------------
The second and more common
poisons are that of deadly metals
and earthy extracts.

Sodium Arsenide.
=-=-=-=-=-=-=-=-
This along with Lead Arsenide rank
in the top ten of leathal materials
Sodium Arsenide can be aquired at
a glass staining shop..It is placed
int the victims food,etc.

Potassium Cyanide.
=-=-=-=-=-=-=-=-=-
This is chemical is contained in
appleseeds..To get it you must
grind up about 12 oz of apple seeds
..The effect is close to radiation
poisoning...It kills within 6 hours

/
Curare.
=-=-=-=
This substance is basically a bad
poison..It is various poisons
combined into a leathal dosage..It
kills within 45 minutes.

Lead.
=-=-=
Although this material is very common
it is also very deadly..Take about
30-40 grams of lead shavings(dust)
and put them in someones food..
It does wonders....

Mercury.
=-=-=-=-
Mercury is a highly deadly material
that kills skin on contact...To use
most effectivly,place about 20 grams
wherever the victim might place
his hand or any other part of his
body for that matter..Or place
it in his food supply...It to does
wonders...

Plutonium.
=-=-=-=-=-
This material along with Pulonium,
is deadly...It causes cancer
in even the most minute dosages.
If the victim is exposed to it he
will die within a week of radiation
poisoning....

Others (Unknown!)
=-=-=-=-=-=-=-=-=
Although it is impossible to list
all of the deadly substances here
I will show how to make contact
poison...

(credit to Ima Hacker)
take 3 no-fly pest strips (tm)
place them in a jar of turpentine
overnight..In the morning scoop out
the white/brown gel at the bottom.

it kills in 60 seconds..Count 'em

(again credit must go to Ima Hacker)

Highway Accidents???
--------------------
The following section describes
various was to seriously harm
the occupant by destroying the
victims car...

Explosions
=-=-=-=-=-
Take a film canister filled with
liquid drano and drop it into the
gas tank...Do this just before your
target enters his car...When he's
driving down the freeway or any
other part of the HTS his car will
suddenly become engulfed in flame.

Carbon Monoxide (CO)
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
Drill a small hole into the exhaust
system of the victims car..From it
run a length of tubing into the
passenger compartment..After 20
minutes he will fall onto the floor
and most probably die when he hits
something.

Stuck Accelerator
=-=-=-=-=-=-=-=-=
Find the victims throttle cable and
cut it..now follow the piece coming
out of the manifold..Now supposing
you found where it intersects the
valve...There should be a small
spring there that keeps the valve
closed...Cut it...push the valve
open....clean up...When Mr. Victim
starts his car the engine will race.
when he shifts he should fly out of
control down the roadway..until



Other more messy ways
---------------------
This section is not really what
you would call classic..but i suppose
it'll have to do.

The Chain saw.
=-=-=-=-=-=-=-
Don a ski mask and follow your victim.
When he stops and turns around...
Give his limbs a vacation with
your nifty poulan chainsaw.......

The Exploding House.
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
Take one pound of plastique and a
blasting cap...hook the two wires
of the blasting cap onto your victims
telephone Box..insert the blasting
cap into the plastique..Now place
the plastique underneath the victims
gas meter..Go to a pay phone and dial
his number...when the phone rings


house and all...


Conclusion
----------
This file was first suggested by
Someone Else, & The Eraser..

Dutifully Typed by
The Arsonist.

SPECIAL AMMUNITION FOR BLOWGUNS


The blowgun is an interesting weapon which has several advantages. A
blowgun can be extremely accurate, concealable, and deliver an explosive or
poisoned projectile. The manufacture of an explosive dart or projectile is
not difficult. To acquire a blowgun, please contact the editor at one of the
addresses given in the introduction.

Perhaps the most simple design for such involves the use of a pill capsule,
such as the kind that are taken for headaches or allergies. Empty gelatin pill
capsules can be purchased from most health-food stores. Next, the capsule
would be filled with an impact-sensitive explosive, such as mercury fulminate.
An additional high explosive charge could be placed behind the impact
sensitive explosive, if one of the larger capsules were used.

Finally, the explosive capsule would be reglued back together, and a tassel
or cotton would be glued to the end containing the high explosive, to insure
that the impact-detonating explosive struck the target first.

Such a device would probably be about 3/4 of an inch long, not including the
tassel or cotton, and look something like this:


____________________
/mercury | \-----------------------
(fulminate| R.D.X. )---------------------- } tassels
\________|___________/-----------------------


Care must be taken- if a powerful dart went off in the blowgun, you could
easily blow the back of your head off.


SPECIAL AMMUNITION FOR WRISTROCKETS AND SLINGSHOTS

A modern wristrocket is a formidable weapon. It can throw a shooter marble
about 500 ft. with reasonable accuracy. Inside of 200 ft., it could well be
lethal to a man or animal, if it struck in a vital area. Because of the
relatively large sized projectile that can be used in a wristrocket, the
wristrocket can be adapted to throw relatively powerful explosive projectiles.

A small segment of aluminum pipe could be made into an impact-detonating
device by filling it with an impact-sensitive explosive material.

Also, such a pipe could be filled with a low-order explosive, and fitted
with a fuse, which would be lit before the device was shot. One would have to
make sure that the fuse was of sufficient length to insure that the device did
not explode before it reached its intended target.

Finally, .22 caliber caps, such as the kind that are used in .22 caliber
blank guns, make excellent exploding ammunition for wristrockets, but they
must be used at a relatively close range, because of their light weight.


SPECIAL AMMUNITION FOR FIREARMS

When special ammunition is used in combination with the power and
rapidity of modern firearms, it becomes very easy to take on a small army with
a single weapon. It is possible to buy explosive ammunition, but that can be
difficult to do. Such ammunition can also be manufactured in the home. There
is, however, a risk involved with modifying any ammunition. If the ammunition
is modified incorrectly, in such a way that it makes the bullet even the
slightest bit wider, an explosion in the barrel of the weapon will occur. For
this reason, NOBODY SHOULD EVER ATTEMPT TO MANUFACTURE SUCH AMMUNITION.


SPECIAL AMMUNITION FOR HANDGUNS

If an individual wished to produce explosive ammunition for his/her
handgun, he/she could do it, provided that the person had an impact-sensitive
explosive and a few simple tools. One would first purchase all lead bullets,
and then make or acquire an impact-detonating explosive. By drilling a hole
in a lead bullet with a drill, a space could be created for the placement of
an explosive. After filling the hole with an explosive, it would be sealed in
the bullet with a drop of hot wax from a candle. A diagram of a completed
exploding bullet is shown below.


_o_ ------------ drop of wax
/|*| | |*|-|----------- impact-sensitive explosive
| |_| |
|_____|

This hollow space design also works for putting poison in bullets.

In many spy thrillers, an assassin is depicted as manufacturing
"exploding bullets" by placing a drop of mercury in the nose of a bullet.
Through experimentation it has been found that this will not work. Mercury
reacts with lead to form a inert silvery compound.


SPECIAL AMMUNITION FOR SHOTGUNS

Because of their large bore and high power, it is possible to create some
extremely powerful special ammunition for use in shotguns. If a shotgun shell
is opened at the top, and the shot removed, the shell can be re-closed. Then,
if one can find a very smooth, lightweight wooden dowel that is close to the
bore width of the shotgun, a person can make several types of shotgun-launched
weapons.

Insert the dowel in the barrel of the shotgun with the shell without the
shot in the firing chamber. Mark the dowel about six inches away from the end
of the barrel, and remove it from the barrel.

Next, decide what type of explosive or incendiary device is to be used.
This device can be a chemical fire bottle (sect. 3.43), a pipe bomb (sect
4.42), or a thermite bomb (sect 3.41 and 4.42). After the device is made, it
must be securely attached to the dowel. When this is done, place the dowel
back in the shotgun. The bomb or incendiary device should be on the end of the
dowel.

Make sure that the device has a long enough fuse, light the fuse, and fire
the shotgun. If the projectile is not too heavy, ranges of up to 300 ft are
possible. A diagram of a shotgun projectile is shown below:

____
|| |
|| |
|| | ----- bomb, securely taped to dowel
|| |
||__|
|| |
|| | ------- fuse
|| |
||
||
||
|| --------- dowel
||
||
||
|| --------- insert this end into shotgun
||
||

Special "grenade-launcher blanks" should be used- use of regular blank
ammunition may cause the device to land perilously close to the user.


SPECIAL AMMUNITION FOR COMPRESSED AIR/GAS WEAPONS

This section deals with the manufacture of special ammunition for
compressed air or compressed gas weapons, such as pump B.B guns, CO2 B.B guns,
and .22 cal pellet guns. These weapons, although usually thought of as kids
toys, can be made into rather dangerous weapons.


SPECIAL AMMUNITION FOR B.B GUNS

A B.B gun, for this manuscript, will be considered any type of rifle or
pistol that uses compressed air or CO2 gas to fire a projectile with a caliber
of .177, either B.B, or lead pellet. Such guns can have almost as high a
muzzle velocity as a bullet-firing rifle. Because of the speed at which a .177
caliber projectile flies, an impact detonating projectile can easily be made
that has a caliber of .177.

Most ammunition for guns of greater than .22 caliber use primers to
ignite the powder in the bullet. These primers can be bought at gun stores,
since many people like to reload their own bullets. Such primers detonate when
struck by the firing pin of a gun. They will also detonate if they are thrown
at a hard surface at a great speed.

Usually, they will also fit in the barrel of a .177 caliber gun. If they are
inserted flat end first, they will detonate when the gun is fired at a hard
surface. If such a primer is attached to a piece of thin metal tubing, such as
that used in an antenna, the tube can be filled with an explosive, be sealed,
and fired from a B.B gun. A diagram of such a projectile appears below:


_____ primers _______
| |
| |
| |
V V
______ ______
| ________________________ |-------------------
| ****** explosive ******* |------------------- } tassel or
| ________________________ |------------------- cotton
|_____ _____|-------------------
^
|
|
|_______ antenna tubing

The front primer is attached to the tubing with a drop of super glue. The
tubing is then filled with an explosive, and the rear primer is glued on.
Finally, a tassel, or a small piece of cotton is glued to the rear primer, to
insure that the projectile strikes on the front primer. The entire projectile
should be about 3/4 of an inch long.



SPECIAL AMMUNITION FOR .22 CALIBER PELLET GUNS

A .22 caliber pellet gun usually is equivalent to a .22 cal rifle, at
close ranges. Because of this, relatively large explosive projectiles can be
adapted for use with .22 caliber air rifles. A design similar to that used in
section 5.12 is suitable, since some capsules are about .22 caliber or
smaller. Or, a design similar to that in section 5.31 could be used, only one
would have to purchase black powder percussion caps, instead of ammunition
primers, since there are percussion caps that are about .22 caliber. A #11
cap is too small, but anything larger will do nicely.

06 March 2006

BEHIND THE BLOODY SEPTEMBER 1965


(Nukilan dari buku Soebandrio: “Kesaksianku Tentang G-30-S”)


SUARANYA bergetar. Matanya basah berkaca-kaca. “Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. Empat hari lagi kita bertemu.” Kata Letnan Kolonel Untung, telunjuknya menunjuk ke langit. Lalu keduanya diam. Suasana hening. Dari jarak agak jauh para sipir penjara dan tentera-tentara berwajah angker mengawasi mereka.

Menjelang senja hari itu Untung dijemput dari selnya, dan diberitahu eksekusi terhadapnya akan dilaksanakan. Soebandrio terkesiap. Karena ia pun telah diberitahu akan mendapat gilirannya, empat hari berikut sesudah Untung.

Demikianlah Soebandrio melukiskan perpisahannya dengan Untung pada akhir 1965, seperti tertulis dalam memoarnya “Kesaksianku Tentang G-30-S” (KTG). Kedua mereka memang pernah menjadi sesama penghuni LP Cimahi Bandung, sama-sama dituduh terlibat G-30-S, dan sama-sama dijatuhi hukuman mati.

Untung berjalan tegap menuju pintu gerbang, meninggalkan penjara Cimahi. Mungkin rasa gundah telah pupus dari hatinya. Karena tahu, mimpi hidup sudah sirna. Ia tinggal pasrah.

“Saya kemudian mendengar, Untung telah dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung.” Kata Soebandrio merenung.

Sejak itu ia sendiri gelisah. Ajal akan datang dalam empat hari lagi! Tetapi sebuah keajaiban telah terjadi. Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, mengirim kawat kepada Presiden Suharto. Mereka minta agar hukuman mati terhadap Soebandrio tidak dilaksanakan. Belakangan keputusan hukuman mati atas Soebandrio diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Hukuman seumur hidup ini pun akhirnya batal, karena pada 16 Agustus 1995 ia telah dibebaskan.

Sebelum Untung dieksekusi dan masih sama-sama di LP Cimahi, kepada Soebandrio ia sering menegaskan, mustahil Suharto akan tega mengkhianatinya. “Sebab”, kata Soebandrio, “Untung sahabat Suharto, dan Suharto pun mengetahui rencana G-30-S itu.” Selain terhadap Untung, Suharto juga tidak mungkin akan mengkhianati Kolonel Abdul Latief. Untung dan Latief, kedua mereka anak buah Suharto ketika ia menjabat Panglima Divisi “Diponegoro”. Selain itu Untung, yang bertubuh agak pendek, dikenal sebagai prajurit pemberani dan tidak menyukai politik.

“Percayalah Pak Ban,” katanya suatu hari, “vonis buat saya itu hanya sandiwara.”

Setelah berpisah dari Divisi “Diponegoro” pada tahun ’50-an, Suharto dan Untung bersatu lagi. Ini terjadi tahun 1962 dalam kampanye merebut kembali Irian Barat. Suharto Panglima Komando “Mandala”, dan Untung memimpin pasukan di garis depan. Untung dan pasukannya terkenal gagah berani bertempur di hutan belantara Kaimana, sehingga karenanya pula belakangan Soekarno merekrut Untung menjadi salah sorang Komandan Batalyon Kawal Istana, “Cakrabirawa”. Suharto sendiri kemudian menjadi Panglima Kostrad.

Ketika konflik antara Soekarno dan PKI di satu pihak, dengan elite AD di lain pihak semakin meningkat, posisi Untung menjadi strategis. Suharto mulai mendekati Untung, dan berusaha menarik ke pihaknya. Akhir 1964, ketika Untung menikah di Kebumen Jawa Tengah, Suharto dan istri sengaja datang menghadiri.
Selain Untung, Suharto juga membina Latief, yang saat itu menjadi Komandan Brigade Infantri I Jaya Sakti, Kodam Jaya. Tapi berbeda dengan Untung, yang bawahan semata, Latief ini menggenggam rahasia Suharto. Yaitu dalam hubungan dengan “Serangan Oemoem” 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dikenal sebagai “Operasi Janur Kuning” itu. Rahasia itu bukan masalah ide siapa, “SO 1 Maret” itu. Sudah diketahui umum, dan sudah pula ditulis di banyak buku, bahwa “SO 1 Maret” adalah gagasan Sultan Hamengkubuwono IX. Tapi yang menjadi soal rahasia dalam hubungan Latief - Suharto, yaitu ketika pasukan Latief dalam keadaan kocar-kacir digempur Belanda — dua belas anggota pasukan terluka, dua gugur, dan lima puluh pemuda gerilyawan tewas — sehingga terpaksa mundur ke Pangkalan Kuncen, Latief bertemu Suharto di garis belakang. Di situ dijumpainya Suharto sedang makan soto babat dengan santainya. Padahal perang sedang sengit dan ribuan tentara menyabung nyawa.

Suharto berusaha merangkul Latief. Bersama Tien, istrinya, Suharto mengunjungi keluarga Latief, ketika punya hajat khitanan anaknya.

“Saya menilai Suharto mendekati Latief dalam upaya sedia payung sebelum hujan,” tutur Soebandrio.
Targetnya?

“Jelas menuju istana,” kata Soebandrio.

Suharto juga berusaha menarik Brigjen Soepardjo dari Divisi Siliwangi menjadi Pangkopur II. Betul saja. Ketika suhu politik memanas pada pertengahan September 1965 di Jakarta, Latief melapor pada Suharto tentang isu Dewan Jenderal yang akan mengkup Presiden Soekarno. Hampir bersamaan dengan waktu itu, 15 September 1965, Untung juga melapor pada Suharto tentang soal yang sama. Malah Untung mengajukan gagasannya untuk menangkap para anggota Dewan Jenderal, sebelum mereka sempat melancarkan gerakan kudeta itu.

“Bagus kalau kamu punya rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu-ragu,” kata Suharto. “Kalau perlu bantuan pasukan, akan saya bantu,” lanjutnya pula.
Untung gembira.

“Dalam waktu secepatnya akan saya datangkan pasukan dari Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.” Suharto meyakinkan (KTG, hal. 49).

Atas perintah Soeharto, beberapa batalyon tentara dari daerah memang datang ke Jakarta, secara bertahap sejak 26 September 1965. “Jelas pasukan ini didatangkan untuk menggempur Dewan Jenderal.” Kata Soebandrio.

Tapi setelah G-30-S meletus, Suharto segera berbalik gagang. Digempurnya pelaku G-30-S tanpa ampun, dan dituduhnya gerakan itu sebagai didalangi PKI. Padahal, dua hari sebelum 1 Oktober, Latief kembali melaporkan soal rencana kudeta Dewan Jenderal kepada Suharto. Termasuk rencana penculikan terhadap beberapa jenderal.

“Reaksi Suharto?”

“Dia tidak bereaksi”, kata Latief dalam pengakuannya kepada Soebandrio.

Latief juga bertemu Suharto pada 30 September 1965 menjelang tengah malam di RSPAD “Gatot Subroto”, ketika Suharto sedang menunggui anaknya, Hutomo Mandala Putra, yang ketumpahan sup panas. Saat itu Latief melaporkan rencana penculikan beberapa jenderal, yang akan dilaksanakan menjelang subuh. Itu juga tidak ditanggapi Suharto.

“Setelah Latief bertemu Suharto, ia lantas menemui Soepardjo dan Untung. Latief dengan berseri-seri melaporkan bahwa Suharto berada di belakang mereka” (KTG hal. 52).

Prolog G-30-S
Soebandrio memulai KTG dengan menguraikan konflik kalangan elite politik di ibukota pada paroh pertama 1960-an. Pertama-tama disebutnya tentang kebencian Amerika Serikat (AS) terhadap RI, karena PKI merupakan partai legal dan dibiarkan bergerak leluasa di Indonesia. Ketika AS sampai menghentikan bantuannya, Bung Karno di depan rapat umum justru menjawab lantang: “Go to hell with your aid! Ini dadaku mana dadamu!”.

Menghadapi situasi demikian diam-diam AS menggalang hubungan dengan faksi-faksi militer di tubuh ABRI. Saat itu ada tiga kubu politik di Indonesia. Pertama, Bung Karno yang didukung para menteri Kabinet Dwikora. Kedua, kubu TNI yang terpecah dalam faksi Letjen TNI AH Nasution dan faksi Letjen TNI Ahmad Yani. Suharto, semula termasuk kubu Nasution, tapi belakangan membangun kubunya sendiri. “CIA berada di belakang kubu Nasution,” tutur Soebandrio.

Soekarno, yang menyadari adanya faksi-faksi itu, lalu membatasi peranan Nasution. Meski Nasution tetap sebagai Kastaf ABRI, tapi Soekarno menugasi Menpangad A.Yani agar membatasi gerak Nasution. Akibatnya hubungan Yani-Nasution memburuk. Nasution malah digeser “naik”, menjadi penasihat presiden pada 1963.

Kubu ketiga ialah PKI dengan tiga juta orang anggota dan didukung 17 juta anggota ormas-ormasnya, seperti BTI, SOBSI, Pemuda Rakyat, dan Gerwani. Ketua CC PKI D.N. Aidit ketika itu Menko Wakil Ketua MPRS.

Suharto merasa terjepit di antara kubu Nasution dan kubu Yani. Ini disebabkan oleh karena dengan dua atasannya itu ia menyimpan kisah yang tidak menyenangkan. Seperti dituturkan Soebandrio juga, Suharto pernah tersiar sebagai penyelundup beras. Dalam hal ini ia bekerja sama dengan Liem Sioe Liong dan Bob Hasan. Konon karenanya Yani bahkan pernah menempeleng Suharto. Sedang Nasution mengusulkan, agar Suharto diseret ke pengadilan. Tapi atas usul Mayjen Gatot Subroto, Suharto diampuni dan disekolahkan ke Seskoad.

Ketika kepercayaan AS kepada Nasution meluntur — karena PKI ternyata semakin merajalela — Suharto mulai bermain. Dipanggilnya Yoga Sugama, ketika itu Dubes RI di Beograd Yugoslavia, diangkat menjadi Kepala Intelijen Kostrad (Februari 1965). Muncullah trio Suharto, Ali Moertopo dan Yoga, yang bertujuan menyabot langkah-langkah politik Presiden Soekarno, dan untuk menghancurkan PKI.

Suharto, Yoga dan Ali memang sudah lama saling berteman, yaitu ketika mereka masih di Kodam “Diponegoro”. Menurut Soebandrio, dalam percobaan kudeta 3 Juli 1946, yang dilancarkan Tan Malaka dan Partai Murba terhadap Perdana Menteri Sjahrir, Suharto yang ikut berkomplot tiba-tiba berbalik. Ditangkapnyalah penculik Sjahrir. “Ia selalu bermuka dua,” tutur Soebandrio. Taktik busuk itu juga yang ditempuh Suharto dalam G-30-S.

Melancarkan desas-desus
Ada peristiwa kecil yang dibesar-besarkan oleh faksi Suharto. Yaitu isu tentang Bung Karno sakit keras pada awal Agustus 1965, sehingga Aidit harus mendatangkan dokter ahli dari RRT. Desas-desus ini ditambah, akibat penyakitnya itu Bung Karno bisa meninggal, atau jika selamat, setidaknya menjadi lumpuh.

Peristiwa rekayasa itu lalu dianalisis. PKI, yang “yo sanak yo kadang” bagi Bung Karno, pasti akan menjadi khawatir kalau pimpinan nasional sampai jatuh ke tangan TNI AD. Menurut analisis ini, PKI lalu menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan. Begitulah, maka akhirnya yang terjadi ialah “G-30-S/PKI”.

Menurut Soebandrio analisis tersebut rekayasa murni kubu Suharto. Sebenarnya baik Soebandrio (ketika itu Waperdam I) maupun Leimena (ketika itu Waperdam II), cukup tahu tentang penyakit Bung Karno. “Jangan lupa, saya dan Leimena adalah dokter.” Kata Soebandrio. “Ternyata yang disebut sebagai dokter dari RRC itu tak lain dokter Cina dari Kebayoran Baru Jakarta yang dibawa Aidit. Eh, setelah diperiksa, sakit Bung Karno cuma masuk angin saja!”

Ketika Kamaruzaman alias Syam diadili, ia memperkuat dongeng Suharto itu. Syam adalah Kepala Biro Khusus CC PKI, sekaligus perwira intel TNI-AD. Syam mengaku diberitahu Aidit soal sakitnya Bung Karno, dan kemungkinan Dewan Jenderal bertindak kalau Bung Karno meninggal. Karena itu, kata Syam, Aidit lalu memerintahkan untuk mempersiapkan gerakan.

Kini saya katakan, cerita sakitnya Bung Karno itu tidak benar,” tulis Soebandrio. Soebandrio mengurai: mengapa PKI harus menyiapkan gerakan, pada saat mereka disayangi Bung Karno yang segar-bugar?

Jadi inti desas-desus ini, menurut Soebandrio, kubu Suharto melontarkan provokasi agar PKI terpancing mendahului memukul AD. Jika PKI memukul AD, PKI ibarat dijebak masuk ladang pembantaian. Sebab, AD akan menyerang PKI, namun seolah-olah hanya melakukan tindakan balasan. “Ini taktik AD kubu Suharto menggulung PKI.” Soebandrio menyimpulkan.

Tapi ternyata PKI tidak terpancing.

Karena itu dilancarkan provokasi berikutnya, yaitu berupa isu tentang Dewan Jenderal. Isu ini, menurut Soebandrio, dimulai dengan isu tentang rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT, yang akan ditampung lewat Angkatan V. Tapi senjata belum dikirim, dan Presiden Soekarno juga belum memerinci bentuk Angkatan V itu. Mengapa belum? Mungkin karena ternyata Menpangad A.Yani tidak menyetujui gagasan pembentukan Angkatan V. Apalagi pendirian Yani ini juga didukung para perwira, mereka menganggap empat angkatan sudah cukup.

Lalu berkembanglah isu tentang sekelompok perwira AD yang tak puas kepada presiden, sehingga mereka disebut sebagai “Dewan Jenderal”. Diisukan pula, Dewan Jenderal akan melakukan kup.

Rupanya Untung terpancing oleh isu terakhir ini. Ia menjadi gelisah. Ia ingin mendahului gerakan Dewan Jenderal, dengan cara menangkap mereka. Rencana itu disampaikannya kepada Suharto. Dan, seperti di atas sudah dikemukakan, Suharto mendukung dan bahkan menjanjikan bantuan pasukan dari daerah.

Ketika Soebandrio kemudian menanya Yani tentang Dewan Jenderal, yang ditanya menjawab enteng: Dewan itu memang ada. Tapi tugasnya mengatur jenjang dan kepangkatan di dalam ABRI. Bukan untuk kudeta. Belakangan, akhir September 1965, Soebandrio mendapat info dari empat orang sipil, yakni dua orang NU bernama Muchlis Bratanata dan Nawawi Nasution, serta dua orang IPKI, yaitu Sumantri dan Agus Herman Simatupang.

Mereka berempat menceritakan tentang adanya rapat Dewan Jenderal pada 21 September di Gedung Akademi Hukum Militer di Jakarta. Rekaman rapat itu pun mereka membawanya. Rekaman lalu diserahkan Soebandrio kepada Bung Karno. Tapi Soebandrio curiga, mengapa rencana yang sangat rahasia itu bisa bocor pada empat orang sipil? Soebandrio menarik kesimpulan, itu tidak lain untuk memprovokasi, dan karenanya rekaman itu palsu. “Bisa-bisa untuk mempengaruhi Untung, agar terus meyakini adanya Dewan Jenderal itu.” Kata Soebandrio.

Nyaris bersamaan waktu ketika itu beredar pula “Dokumen Gilchrist”. Ini sebuah telegram rahasia Dubes Inggris di Jakarta, Sir Andrew Gilchrist, kepada Deplu Inggris. Isinya pesan tentang dukungan Inggris terhadap usaha penggulingan Soekarno, yang akan dilakukan oleh “our local army friend”. Isu ini mendapat dasarnya yang sangat kuat, yaitu ketegangan hubungan RI-Inggris, sehubungan dengan pembentukan negara federasi “Malaysia”, yang di mata pemerintah RI dilihat sebagai “proyek nekolim” Inggris. “Battle Cry” para pemuda demonstran ketika itu sebuah lagu mars terkenal di jaman Jepang: “Awaslah Inggris dan Amerika! Musuh seluruh dunia ...”

Namun Soebandrio juga curiga, karena dokumen ini berasal dari rumah Bill Palmer, seorang Amerika yang tinggal di Jakarta, dan selama itu lebih dikenal sebagai orang yang suka mengedarkan film porno, bahkan kerap didemonstrasi ormas pemuda.

Di pihak lain Suharto juga bermain dengan isu Dewan Jenderal. Diutusnya Yoga Sugomo mendatangi Mayjen S. Parman, dengan pesan agar ia berhati-hati, karena terdengar isu akan terjadi penculikan terhadap beberapa jenderal. Ternyata Parman tidak begitu mempercayai pesan itu. Dalam penilaian Soebandrio, sebetulnya Suharto memang hanya ingin memancing reaksi Parman, tokoh yang dekat dengan Yani. Dengan reaksi Parman yang demikian, Suharto menjadi tahu tentang kelompok Yani yang sama sekali belum siap menghadapi kemungkinan terjadinya penculikan.

Puncak Provokasi
Ketika G-30-S meletus, Soebandrio sedang turba ke Medan. Ia menerima telepon Presiden pada 2 Oktober, yang memerintahkan agar segera kembali ke Jakarta. Diberitakannya tentang peristiwa hebat yang terjadi di Jakarta sehari sebelumnya. Soebandrio segera mengerahkan intel BPI (Badan Pusat Intelijen) mengumpulkan informasi.

Menurut versi Suharto, menjelang dini hari 1 Oktober 1965, ia tinggalkan anaknya Tommy di RSPAD Jakarta, dan pulang ke rumahnya di Jalan H. Agus Salim. Suharto sendiri mengendarai jip Toyota, lewat depan Markas Kostrad di Jalan Merdeka Timur. Ia mengaku di sana terasa suasana yang tidak biasa, tampak berkumpul banyak pasukan. Tapi, melihat itu, Suharto terus liwat saja tanpa hirau pada pasukan yang banyak berkumpul di Monas.

Tiba di rumah, Suharto — seperti versi yang telah banyak beredar — lalu tidur. Pagi harinya, pukul 05.30, ia mengaku dibangunkan seorang tetangga, dan diberitahu tentang penculikan beberapa jenderal. Ia lalu pergi ke Markas Kostrad.

Bagi Soebandrio, pengakuan Suharto ini luar biasa aneh. Saat Jakarta tegang, ia menyetir mobil sendirian. Di Jalan Merdeka Timur ia pun tidak ingin tahu, mengapa banyak prajurit berkumpul lewat tengah malam itu. Lalu, pagi hari pukul 05.30, siapa yang sudah tahu tentang adanya penculikan para jenderal? Saat itu, menurut Soebandrio, belum ada berita televisi menyiarkan. RRI pun baru menyiarkannya pada pukul 07.00.

Kesimpulan Soebandrio, Suharto sudah tahu mengapa pasukan itu berkumpul di Monas. Soebandrio: “Ingat, Suharto menawarkan bantuan pasukan yang diterima dengan senang hati oleh Untung.” Lagi pula, baru beberapa jam sebelumnya di RSPAD, Latief melaporkan tentang rencana penculikan itu.”

Yang sebenarnya terjadi, menurut rekonstruksi Soebandrio, dari RSPAD Suharto langsung ke Makostrad untuk memberi pengarahan operasi pengambilan para jenderal. Namun dalam perspektif Suharto, masa hidup G-30-S ditentukan oleh masa kegunaannya saja. Maka sesudah para jenderal dibantai, habislah masa kegunaan G-30-S. Meskipun Untung, Latief, dan Soepardjo berupaya ingin mempertahankan kelanggengan G-30-S, namun umurnya hanya beberapa jam saja, sesuai dengan rancangan Suharto.

Setelah itu G-30-S diburu dan dihabisi. “Dengan melikuidasi G-30-S, itu mengesankan Suharto setia kepada atasannya, Yani dan teman-temannya yang telah dibunuh oleh gerakan. Suharto tampil sebagai pahlawan,” tutur Soebandrio. Hanya beberapa jam setelah para jenderal dibunuh, sekitar pukul 11.00, 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno dari Bandara Halim mengirim radiogram ke Mabes ABRI, yang intinya semua pasukan hanya boleh bergerak atas perintah Presiden selaku Panglima Tertinggi ABRI. Juga diperintahkan agar pertumpahan darah dihentikan.

Instruksi itu ditafsirkan Suharto, bahwa gerakan Untung dan kawan-kawan yang membunuh para jenderal tidak didukung Presiden. Suharto segera menyambut Instruksi Presiden dengan memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Untung dan kawan-kawan. Beberapa hari kemudian Aidit ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto di Brebes Jawa Tengah. “Soeharto memang memerintahkan Aidit dihabisi. Dengan begitu, ia tidak dapat berbicara yang sebenarnya,” urai Soebandrio.

Soebandrio ingin menyangkal versi AD selama ini, bahwa peristiwa berdarah pagi buta 1 Oktober 1965 itu sebuah kudeta yang didalangi PKI. Menurut Soebandrio peristiwa itu merupakan provokasi, yang didalangi jenderal-jenderal AD dan didukung imperialis internasional, yang dilaksanakan secara licik dan efektif oleh Pangkostrad Mayjen Suharto. Esoknya, 2 Oktober, didampingi Yoga, Suharto mendatangi Bung Karno di Istana Bogor. Tujuannya menolak pengangkatan Mayjen Pranoto Reksosamodra sebagai pelaksana Menpangad, menggantikan Yani. Suharto juga minta agar ia diberi kuasa untuk memulihkan keamanan, dan agar Presiden menindak pimpinan AURI yang diduga terlibat G-30-S.

Perundingan berjalan alot selama lima jam. Akhirnya Soekarno memberikan surat kuasa seperti yang diminta Suharto. Ia menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Menurut Soebandrio inilah awal kemenangan Suharto dari seluruh rangkaian proses yang disebutnya sebagai “kudeta merangkak” itu.
Esoknya, 3 Oktober 1965, pembantaian terhadap anggota PKI, yang dituduh mendalangi G-30-S, dan keluarganya dimulai. Indonesia banjir darah. Soebandrio: “Ada yang menyebut 800.000 orang. Pernyataan Sarwo Edhie, Komandan RPKAD, malah menyebut tiga juta jiwa.”

27 February 2006

THE INDONESIAN ROCKET








No 4 JANUARI 2006 TAHUN XVI
Jelajah

Lapan Siap Kembangkan Rudal


Embargo yang dilancarkan AS kepada Indonesia selama bertahun-tahun toh membuat Washington pusing sendiri. Terakhir, AS lewat MTCR menyorot tajam manuver SBY yang berhasil meminta Cina untuk membantu membangun industri rudal taktis jarak dekat dan menengah. Bagaimana peluangnya? Berikut hasil penelusuran Angkasa.

Harus diakui, sepanjang 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan berbagai langkah yang akan menumbuhkan kembali wibawa Indonesia di kawasan Asia. Setelah berhasil menggulung gembong teroris Dr Azahari dan mendesak AS mencabut embargo peralatan militer, dibawah arahannya, Pemerintah RI juga telah berhasil merangkul Cina untuk mau mendukung pendirian industri roket dan rudal untuk keperluan pertahanan.

Keinginan tersebut dikemukakan secara langsung oleh Kepala Negara saat menemui Presiden Cina Hu Jintao, Juli 2005 di Beijing. Transfer teknologi roket dan peluru kendali merupakan salah satu yang dijajaki dalam rangkaian kerjasama kemitraan dengan Cina. Hu Jintao sendiri menyambut baik dan bersedia memenuhi permintaan ini sebagai salah satu persyaratan di balik kontrak pembelian rudal untuk Indonesia.

Hu Jintao menyatakan, kesediaan mendukung industri Indonesia sebagai “new era” dalam hubungan kedua negara. Sementara bagi SBY, dukungan Cina bagi program jangka panjang ini merupakan “strategic partnership”. Kerjasama dan transfer teknologi ini ditargetkan selesai dalam waktu 10 tahun.

Langkah SBY kontan menuai sorotan tajam negara-negara Barat. Pasalnya, dalam jajaran pembuat roket dan rudal yang jumlahnya tak banyak, Cina tergolong yang paling disegani di dunia. Mereka telah menguasai penuh teknologi motor roket, sistem kendali, dan gyrscope — teknologi inti dari industri roket balistik dan rudal. Lebih dari iru Cina bahkan telah membuat sendiri rudal balistik antar benua. Transfer teknologi rudal ini dikuatirkan bisa disalahgunakan TNI untuk mengulang kembali kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia.

Begitu pun, sejauh ini, belum diketahui persis roket balistik atau rudal jenis apa yang ditaksir Indonesia. Namun, Menhan Juwono Sudarsono dan Dirjen Strategi Pertahanan Dephan Mayjen Dadi Susanto sempat menyebut komponen dan spesifikasi yang diminati RI.

Mengutip situs www.danwei.org, Menhan Juwono Sudarsono (1/8) mengungkap, Indonesia memerlukan teknologi propulsi dam sistem kendali untuk pembuatan rudal berjarak jangkau hingga 150 km yang akan dipasang di kapal perang maupun di basis-basis darat. Kemandirian dalam industri roket dan rudal, diharapkan, akan mendongkrak kembali deteren Indonesia setelah merosot tajam akibat embargo AS.

Masih menurut sumber yang sama, Dadi Susanto mengungkap, Indonesia berminat membeli dan mentransfer teknologi rudal permukaan ke permukaan. Di samping rudal, Indonesia juga berminat membeli pesawat, kapal, dan amunisi.

Selain di bidang persenjataan, Indonesia-Cina sepakat pula melakukan kerjasama di bidang industri baja, pesawat terbang, dan perkapalan. “Dalam kerjasama teknologi di bidang pertahanan, bila kita bisa memproduksinya, kita akan produksi di dalam negeri,” tegasnya seraya meminta kepada sejumlah menteri, bahwa kemitraan strategis dengan berbagai negara tidak hanya berhenti pada penandatanganan kerja sama.

Sejauh ini, dalam inventori rudal permukaan ke permukaan, Indonesia pernah memiliki SA-2 Guideline (dasawarsa 1960-an), Rapier Mk-1 (habis masa pakainya menjelang tahun 2000), MM38 Exocet, dan Harpoon. Rudal-rudal ini dioperasikan oleh TNI AD dan TNI AL.

Tekanan MTCR

Seperti dialami banyak negara berkembang, Indonesia selalu ragu membuat sendiri roket atau rudal untuk kepentingan pertahanan karena takut menghadapi tekanan MTCR atau Missile Technology Control Regime. Di bawah kendali negara-negara G-7, mereka kerap melancarkan sanksi ekonomi dan politik kepada negara-negara yang ketahuan mengimpor dan mengekspor rudal termasuk komponen dan sub-sistemnya.

Kini SBY tampaknya sepakat memberanikan diri maju karena keadaan dan kondisi peralatan militer di dalam negeri sudah begitu mengkhawatirkan. Lagipula, roket atau rudal yang akan dikembangkan toh masih berada dalam batas yang diizinkan MTCR. Badan Pengendali Teknologi Rudal ini melarang pembuatan rudal, pesawat tanpa awak, dan segala teknologi sejenis yang bisa melontarkan muatan seberat 500 kg sejauh minimal 300 km. Hal ini dinyatakan karena dikuatirkan bisa disalahgunakan untuk penggelaran senjata pemusnah massal.

Harus diakui, semakin panjangnya daftar upaya pelanggaran wilayah kedaulatan oleh kekuatan asing layak menjadi dasar dari keinginan RI untuk mandiri di bidang industri persenjataan.
SBY sendiri tak asal ucap. Sepulang dari Cina, ia segera memanggil sejumlah menteri. Ia juga langsung membentuk Tim Nasional Roket Indonesia yang harus aktif memacu seluruh potensi di dalam negeri. Di bawah koordinasi Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, tim ini bahkan segera membuat masterplan pengembangan roket.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sebagai satu-satunya aset nasional yang telah melakukan riset di bidang peroketan sejak dasawarsa 1960-an dilibatkan secara penuh. Menristek Dr Kusmayanto Kadiman berandai-andai, jika anggaran pertahanan 2005 sekitar Rp 24 triliun, mengambil satu triliun rupiah saja untuk riset peroketan dinilai sudah cukup. Selain Lapan, tim ini kabarnya juga akan melibatkan PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, LIPI, dan Lembaga Elektronika Nasional.

Lapan pun langsung digenjot melakukan uji peluncuran dan penembakan roket, lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Antara Juni hingga Desember lalu saja mereka melakukan sampai lima kali. Dua kali dilakukan di Pusat Peluncuran Roket Pamengpeuk, Jawa Barat, dan tiga kali di lokasi uji penembakan roket Pandan Wangi, Lumajang, Jawa Timur.

“Ini sudah termasuk luar biasa,” ungkap Deputi Ketua Lapan bidang Teknologi Dirgantara, Dr Ing. Agus Nuryanto kepada Angkasa di Pemengpeuk, Desember silam. Maklum, setahun paling banter hanya satu kali uji coba. Matanya berbinar, namun ia enggan menjelaskan soal detail roket kemiliteran yang diminati TNI.

“Itu urusan TNI sebagai user. Lapan hanya mengurusi desain roket,” timpalnya.
Nuryanto hanya mau mendiskripsikan bahwa Lapan sejauh ini telah mampu membuat roket dengan tingkat keunggulan yang bisa disimak dari diameter dan jarak jelajah. Pertama adalah roket berdiameter 70 mm (biasa disebut RX-70) berjarak jangkau 7,9 km. Selanjutnya, roket 80 mm (RX-80) berjarak jangkau 8 km; 100 mm (RX-100) berjarak jangkau 5 km; 150 mm (RX-150) berjarak jangkau 15,5 km; serta 250 mm (RX-250) berjarak jangkau 27,9 km.

Lebih lanjut, tahun ini Lapan akan segera membuat roket berdiameter 420 m (RX-420). Roket berjarak jangkau 300 km ini diharapkan sudah meluncur pada 2007.

Dua jenis pertama layak digunakan untuk basis roket berhulu ledak yang cocok dipasang di kapal perang dan pesawat tempur. Sedang empat jenis terakhir cocok digunakan sebagai basis roket balistik jarak pendek dan menengah darat ke darat.

“Dalam program uji terdahulu kami begitu mementingkan faktor ketinggian, karena memang hanya diproyeksikan untuk melontarkan satelit. Tetapi, kini, kami fokus dengan jarak-jangkau, karena militer memang cenderung menilik dari faktor ini,” ujar seorang ilmuwan yang tak ingin disebut namanya.
Lapan telah memiliki SDM yang mumpuni dan cukup menguasai teknologi. Hanya sayangnya mereka belum bisa membuat sendiri seluruh bagian roket. Mereka, di antaranya, masih mendatangkan tabung roket dan propelan dari negara-negara yang kerap diburu MTCR. “Kucing-kucingan” ini, kabarnya, telah mengakibatkan pesanan terbaru tabung roket senilai Rp 1,6 miliar tertahan dua tahun dan belum terkirim hingga sekarang.

Kehormatan bangsa

Apa pun itu, Lapan kini tengah memusatkan perhatian pada desain roket untuk keperluan pertahanan. Baik yang diuji di Pamengpeuk maupun Pandan Wangi sepanjang 2005, fisiknya telah dirancang berbeda dengan roket-roket terdahulu yang lebih ditujukan untuk kepentingan melontarkan muatan ilmiah.

Sepintas, kedua jenis memiliki sosok hampir sama. Masing-masing berangkat dari roket berdiameter sama. Namun, khusus untuk keperluan pertahanan, segi performance jauh lebih diperhatikan. Dalam kaitan ini, agar tingkat perkenaan (keakuratan) dan jarak jangkau meningkat, ketebalan selonsong roket dan ekor nozzle dibuat lebih tipis dan ringan.

“Selain itu, propelan dan desain propulsi juga lebih disempurnakan. Dengan demikian beban yang harus ditopang menjadi lebih ringan, dan roket akan melesat lebih stabil, lebih cepat, dan lebih jauh,” tambah Agus Nuryanto.

Hasilnya, roket-roket tersebut memang menunjukkan perubahan performance. Dalam uji coba peluncuran Kamis, 8 Desember 2005, hampir semua roket melesat lebih cepat dan lebih stabil. Tingkat kecepatan bisa disimak dari makin pendeknya jarak waktu menembus batas kecepatan suara. RX-250, misalnya, mampu menembus kecepatan suara hanya dalam sepersekian detik. Sementara, soal stabilitas bisa dilihat dari lurusnya jejak asap yang ditinggalkan.

Dalam uji keempat di tahun 2005 tersebut, Lapan meluncurkan roket satu tingkat berbahan bakar padat RX-100, RX-70, RX-80, dan RX-250. Untuk menjadi rudal, roket-roket ini paling tidak masih memerlukan sirip yang lebih canggih, sistem kendali elektronik, dan hulu ledak. Ketiga bagian utama inilah yang akan didatangkan dari Cina.

Selain soal performance, acara uji peluncuran roket tersebut menjadi lebih menarik setelah muncul tanggapan impresif dari sejumlah petinggi TNI. Mereka tegas menginginkan agar roket-roket tersebut bisa segera diproduksi untuk memperkuat TNI. Kemandirian di bidang industri persenjataan, kata mereka, bersifat strategis dan bisa menjadikan Indonesia lebih disegani di pentas politik internasional.

“Namun, langkah yang harus ditempuh memang tak ringan. Untuk itu, pertama, harus ada pihak ketiga yang bersedia memproduksi sesuai kebutuhan TNI sebagai user. Ini tak ringan karena pada tahap pertama secara ekonomis pasti tak mendatangkan keuntungan. Namun, beban ini bisa diperingan jika Pemerintah mau ikut menanggung pendanaan,” ujar Kepala Staf Komando Operasi TNI AU, Marsekal Pertama TNI Ganjar.

Di lain pihak Asisten KSAL bidang Pengamanan, Laksamana Muda TNI Deradjatun mengungkap, jika memang Pemerintah belum siap menanggung beban kerugian, membeli persenjataan dari luar negeri bisa menjadi alternatif pilihan. Namun, pilihan seperti ini akan selalu membuat negara lain bisa membaca batas kemampuan TNI. Nilai deteren-nya menjadi kurang.

Lalu, senjata berbasis roket seperti apakah yang diinginkan TNI? Sebenarnya juga tidak muluk-muluk amat. TNI AU, misalnya, hanya tertarik pada RX-70 dan RX-80 yang bisa dikembangkan menjadi roket udara ke permukaan yang biasa di pesawat terbang. Sementara TNI AL cenderung lebih tertarik pada RX-100 dan RX-150 yang dikatakan bisa dikembangkan menjadi rudal taktis permukaan ke permukaan.

Seraya memahami kesulitan ekonomi yang masih dialami negeri ini, langkah SBY untuk membangun industri peralatan pertahanan secara mandiri bagaimana pun perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Terobosan dan keberaniannya menjalin kerjasama dengan Cina dan sejumlah negara Timur tak lain adalah untuk menumbuhkan kembali kehormatan Indonesia di pentas internasional.

Kita belum juga tahu apakah proyek industri roket dan rudal pertahanan ini akan benar-benar terlaksana. Tetapi goodwill yang dilayangkan Pemerintah SBY sudah merupakan awal yang baik. (adr)


All written material is copyright mangdin(c)2006 --- Send me email to emilrabin@yahoo.com