MASIH MENCARI BENTUK....


24 January 2005

If you want to sing out

Well, if you want to sing out, sing out
And if you want to be free, be free
'Cause there's a million things to be
You know that there are

And if you want to live high, live high
And if you want to live low, live low
'Cause there's a million ways to go
You know that there are

You can do what you want
The opportunity's on
And if you can find a new way
You can do it today
You can make it all true
And you can make it undo
you see ah ah ah
its easy ah ah ah
You only need to know

Well if you want to say yes, say yes
And if you want to say no, say no
'Cause there's a million ways to go
You know that there are

And if you want to be me, be me
And if you want to be you, be you
'Cause there's a million things to do
You know that there are

You can do what you want
The opportunity's on
And if you can find a new way
You can do it today
You can make it all true
And you can make it undo
you see ah ah ah
its easy ah ah ah
You only need to know

Well, if you want to sing out, sing out
And if you want to be free, be free
'Cause there's a million things to be
You know that there are

22 January 2005

LIQO BARU, MOTOR BARU

Sejak dulu saya belum pernah kepikiran ingin punya motor sendiri. Mungkin karena merasa harga motor yang kian mahal yang tak sanggup saya jangkau, juga karena saya ingin mencoba hidup "prihatin" sebelum benar-2 mapan. Padahal semua kakak lelaki saya punya motor dan seorang diantaranya menggantungkan hidupnya dari motor. Jadilah saya yang terkadang diejek "Hari gini belum punya motor!!".

Tapi sekarang sudah berubah. Saya sudah punya motor baru atas nama sendiri dan insya Allah hasil keringat sendiri. Dan sekarang gantian saya yang sering mengejek kakak-2 saya; "motor butut kok masih dipake??".

Pertengahan tahun 2004 lalu saya diinstruksikan untuk "Ganti Murabbi". Mungkin karena beberapa teman yang sulit bisa disatukan secara tempat dan waktu. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya solusinya datang juga. Saya punya teman perjuangan baru yang ternyata wajah-2 mereka tidak asing lagi buat saya. Sang Mr baru pun tak begitu asing dengan asal sekolah saya, mantan aktifis di sana katanya.

Namun tempat halaqah yang cukup terpencil dan waktunya yang agak mepet dengan jam keluar kantor, menjadikan saya sedikit bingung. Masa setiap liqo harus terlambat terus. Walaupun jamaah sudah memberikan saya toleransi, tapi akan gak bagus buat saya kelak. Maka terpikirlah oleh saya untuk memiliki sepeda motor yang akan membantu mobilitas saya. Di samping itu hampir semua teman liqo saya punya sepeda motor dan hal ini membuat saya iri.

Duuhhh....akhirnya sepeda motor adalah sebuah kebutuhan. Yup, pikir-2 sekalian investasi yang sewaktu-waktu bisa saya jual jika ada kebutuhan menesak. Semoga apa yang saya lakukan ini senatiasa diliputi kebaikan dari Allah dan semoga bermanfaat dunia akhirat. amiin



18 January 2005

BARTENDER IKHWAN


Saya pernah kerja di sebuah hotel bintang 5 di Jakarta yang cukup terkenal. Untuk orang yang baru bergelut di dunia kerja, buat saya kerja di hotel kadang memberikan tantangan tersendiri. Kerja yang berganti shift pagi hingga malam serta pergaulan yang terkesan agak bebas memang menjadi fenomena lazim di sana.

Sampai kemudian saya kenal dengan beberapa ikhwah yang kerja di sana juga. Ada yang menjadi pramusaji dan ada juga yang menjadi tenaga housekeeping untuk public area. Salah satu yang saya kenal adalah Pak Badri yang bekerja sebagai tenaga housekeeping. Beliau terkenal begitu aktif dalam kepengurusan masjid di sana, terutama untuk mengatur jadwal penceramah. Tidak heran jika shalat Jumat kerap diisi oleh ustadz-ustadz yang wajahnya tak asing lagi dalam dunia tarbiyah.

Karena sering saya berkomunikasi dengannya, ternyata saya tahu bahwa dulunya Pak Badri adalah seorang Bartender alias peracik minuman, termasuk minuman yang tak dihalalkan. Namun mungkin karena idealismenya yg tinggi, beliau rela “turun pangkat” dari seorang bartender professional menjadi seorang “tukang sapu” di bagian housekeeping. Subhanallah ! Sampai di situ saya sangat kagum dengan idealisme beliau yang meninggalkan kerjaan penuh gengsi. Apa kurangnya sih jadi bartender? Gaji gede, tips dari tamu juga lumayan, kerja ringan bisa cuci mata juga hehehe.

Sampai kemudian hotel tempat saya kerja tsb mengalami kejadian yang begitu spektakuler. Ratusan karyawan yang digerakkan oleh serikat pekerja berdemo menuntut hak-hak mereka dipenuhi. Dan kejadian itu mengakibatkan kegiatan hotel terhenti total. Aktifitas demonstrasi karyawan hotel terus berlangsung hingga terjadi hal-hal yang begitu menarik (pokoknya seru deh……panjang kalo diceritakan).

Singkat cerita hotelpun tutup untuk beberapa lama dan sebagian besar karyawan yg demo dipecat. Saya pun di-break sampai waktu yg tidak ditentukan. Tapi Alhadmulillah beberapa bulan kemudian hotel bisa beroperasi kembali setelah merekrut ratusan pegawai baru. Pegawai hotel yang tidak dipecatpun harus di data ulang dan menyatakan kesetiannya pada perusahaan serta bersedia ditugaskan di mana saja. Termasuk Pak Badri yang harus mau ditempatkan lagi sebagai bartender. Pak Badri terpaksa harus bergelut lagi dengan dunia racik-meracik minuman. Sampai saya keluar dari hotel itu, beliau masih bertahan di sana. Semoga ALLAH memberi kemudahan jalan bagi hamba-hambanya yang lemah.

04 January 2005

Ta'zhim untuk Serambi Makkah

Kalian yang melantakkan angkuh penjajah
dengan Hikayat Perang Sabil

kalian yang pertama di negeri ini
yang de jure menuntut tegak syariat-Nya

sekian lama darah kalian
dihisap lintah berwujud manusia

tidak, saudaraku
Rabb kita tak murka kepada kalian
Dia memuliakan kalian dengan syahid
dan semoga Dia menaikkan derajat kalian

Dia sedang peringatkan kami
tentang ukhuwah kita yang lama putus
tentang shalih yang tidak berdaya
tentang maksiat di sekeliling kami

tidak, saudaraku
Rabb kita tak murka kepada kalian

---form my beloved friend---

03 January 2005

Ketika Bangsaku Tidak Egois Lagi

Suatu saat, seorang pembaca tulisan-tulisan saya mengkritik saya habis-habisan. Dia bilang, saya tidak nasionalis karena menjelek-jelekkan bangsa sendiri. Ketika itu saya memang membuat beberapa tulisan tentang korupsi dan keegoisan orang-orang Indonesia yang tidak peduli pada peraturan, dan juga orang lain.

Bagaimana tidak egois kalau orang-orang menyeberang seenaknya di jalanan? Motor-motor naik ke trotoar menyerobot hak pejalan kaki? Mobil-mobil mewah sampai angkot berebut dalam kemacetan, tak peduli jalur berlawanan atau pun lampu merah hingga malah menyebabkan terkuncinya kemacetan di tengah-tengah? Bagaimana tidak egois jika begitu banyak rumah mewah di balik tembok kompleks dan sekitarnya adalah rumah kardus? Bagaimana tidak egois kalau orang-orang berduit dan berilmu malah membabat hutan, membangun vila di bukit-bukit dan menyebabkan daerah di bawahnya kebanjiran? Bagaimana tidak egois jika para pejabat hingga bawahan memasukkan harta negara ke perutnya sendiri sementara rakyat kelaparan? Bagaimana tidak egois jika kantor pelayanan publik hingga yang paling bawah dijadikan sarana mendapat penghasilan tambahan bagi para petugasnya? Bagaimana tidak egois jika orang-orang di pemerintahan, juga swasta bahkan LSM sosial me-mark-up anggaran agar mereka dapat bagian padahal mereka sudah digaji untuk pekerjaan itu? Bagaimana tidak egois jika orang-orang dari level atas sampai pelaksana melakukan praktek percaloan, memalak orang-orang yang membutuhkan hingga jualan di pasar, di pinggir jalan, mau naik bajaj dan taksi pun kena pungli juga. Bagiamana..., jika diteruskan, satu halaman ini hanya akan terdiri dari satu paragrap yang berisi bukti dan realitas orang-orang Indonesia yang egois. Dan semua pelakunya adalah kita: sebagian saya & anda, warga Indonesia.

Kepada kenalan itu saya berkata justru karena saya nasionalis, saya menyatakan semua ini. Justru karena saya nasionalis, saya menyakiti diri sendiri dengan mengungkap semua itu. Sebab saya juga orang Indonesia. Seorang yang nasionalis semestinya mengakui semua kenyataan tentang bangsanya, buruk atau pun baik, bukan menutup-nutupinya atau membela membabi buta. Jika buruk perlu dilakukan otokritik untuk perbaikan, jika baik perlu dipuji dan dipertahankan serta disebarluaskan.

Dan kali ini, saya ingin menyatakan kebanggaan saya: Orang Indonesia tidak sepenuhnya egois. Mereka peduli. Mereka penolong. Mereka penuh kasih. Mereka...

Hari ini, ketika berita bencana aceh makin mengharu biru. Hari ini ketika kondisi aceh makin pilu. Hari ini ketika warga ujung barat negeri ini meratap sendu. Seorang anak kecil minta berangkat ke Aceh untuk menolong teman-temannya. Seorang balita memecah celengannya untuk disumbangkan. Seorang pemuda pengangguran yang suka mabuk-mabukan menyumbangkan dua celana panjangnya, Seorang tukang cuci menyumbangkan sedikit uang miliknya. Para pengusaha, instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan menyumbang milyaran rupiah. Para pejabat menyerahkan setengah gajinya, hingga sopir angkot dan pembantu rumah tangga pun merelakan sebagian dari penghasilannya. Sekolah-sekolah, kampus-kampus, LSM-LSM, masjid-masjid, kantor-kantor, media informasi, dan lain sebagainya: semua mendirikan posko bantuan. Dari rumah ke rumah, di jalan-jalan, di kampung dan kompleks, aksi penggalangan dana dilakukan. Dari ibu kota Jakarta hingga pelosok desa. Dari provinsi kaya hingga yang juga baru bangkit dari bencana. Semua berlomba menolong. Semua ikut berbagi. Semua ingin berpartisipasi. Semua mengulurkan tangan untuk Aceh yang menderita di ujung barat sana.

Dan ini adalah bukti nasionalisme kita, ukhuwah kita, persatuan dan kesatuan kita. Satu bagian tubuh terluka, seluruhnya merasakan sakitnya. Acehku, semoga lukamu menjadi titik tolak bagi kami semua anak bangsa, bahwa masih banyak luka lain bangsa ini yang terlupakan. Semoga dukamu menjadi pengingat bagi seluruh penghuni negeri, ada banyak lagi saudaranya yang tenggelam dalam nestapa.

-taken from ermuslim.com
Mungkin Ini Jalan-Nya

Ya, mungkin ini jalan yang diberikan-Nya,
untuk kita merenung sekarang.
Tentang semua kebesaran kuasa Dia
yang sering kita nafikkan bersama.

Lihatlah, ratapilah...
Kuasa Tuhan telah mengubah segalanya.
Berpuluh tahun manusia membangun,
sekejap roboh saat murka-Nya turun.
Entah ini azab, entah ini pertanda,
entahlah......

ya, mungkin ini saatnya untuk kita berbagi.
Karena saudara kita di sana,
tak lagi merasakan sentuhan hangat kita.
Sampai mereka harus lebih menderita
untuk merasakan sejenak dekapan kita.

Damailah saudaraku......
Tenanglah kalian di sana.
Semoga tak ada cela untukmu









All written material is copyright mangdin(c)2006 --- Send me email to emilrabin@yahoo.com