MASIH MENCARI BENTUK....


24 May 2004

Mimpi Yang Menjadi Kenyataan?

Pada tahun 1899, di Austria, tepatnya di city of Linz, seorang bernama Gearl Zaitz merasa sangat takut dan gelisah karena telah beberapa malam belakangan ia selalu tidur dengan mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia berulang kali melihat pembunuhan, pembantaian dan banjir darah di mana-mana. Tidak tahan oleh ketakutan yang mencekam perasaannya dan yang selalu mengganggu pikirannya, ia mendatangi Alois Muller, seorang "dukun" yang dikenal bisa meramal dan menjelaskan makna mimpi. Dengan nada sedih dan suara yang dalam Muller mengatakan bahwa mimpi itu artinya hidup Zaitz lah yang suatu saat kelak akan menyebabkan banjir darah, pembantaian dan terbunuhnya ribuan bahkan ratusan ribu nyawa manusia.

Perasaan sedih Zaitz tidak lagi tertahankan. Baginya lebih baik mati dari pada hidup justru menyebabkan terbunuhnya orang lain. Demikianlah akhirnya, Zaitz memutuskan bunuh diri dengan jalan terlentang di lintasan kereta api.

"Dari pada aku menyebabkan terbunuhnya banyak orang, biarlah banyak orang yang membunuhku," pikirnya. Baru saja ia merebahkan badannya, alangkah terkejutnya ketika ia menoleh ke arah datangnya kereta api, seorang bocah berusia sekitar 10 tahun tengah melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan. Karena tidak ingin "menyebabkan" orang terbunuh, maka ketika kereta telah semakin dekat, buru-buru ia lari dan menyelamatkan si bocah malang.

Kereta api telah lewat dan si bocah berhasil ia selamatkan. Ada perasaan tenteram bercampur bahagia yang sulit ia ungkapkan. Gangguan mimpi buruk itupun lenyap seketika. Kini ia merasa sangat tenang dan tenteram. Ia memutuskan untuk membatalkan "acara" bunuh dirinya dan menganggap bahwa apa yang dikatakan Muller hanya omong kosong belaka. Berbuat baiklah ternyata yang mampu menentramkan hatinya.

Nyatanya, Zaitz memang hidup tenang sebagai petani di desa kecil Lambach, tidak jauh dari Linz. Sampai akhirnya hayatnya ia tidak pernah tahu bahwa anak yang ia selamatkan itu tidak lain adalah orang yang kelak dikenal dengan nama Adolf Hitler.taken from ensiclo.com

08 May 2004

The Soldier



Down some cold field in a world unspoken
The young men are walking together, slim and tall,
And though they laugh to one another, silence is not broken
There is no sound however clear they call.

They are speaking together of what they loved in vain here,
But the air is too thin to carry the thing they say.
They were young and golden, but they came on pain here
And their youth is age now, their gold is grey.

Yet their hearts are not changed, and they cry to one another.
What have they done with the lives we laid aside?
Are they young with our youth, gold with our gold my brother?
Do they smile in the face of death, because of we died?

Down some cold field in a world uncharted
The young seek each other with questioning eyes.
They question each other, the young, the golden hearted
Of the world that they were robbed of in their quiet paradise
Kami Hanya Mati Dalam Tanda Kutip

Kami hanya mati dalam tanda kutip
Karena keredhaan kami pada cinta yang kami titip
Karena takbir kami yang terjalin dari ikatan jiwa yang utuh
Karena selangkah derap kami yang kian berpadu mejadi gemuruh

Dan sebab apa mereka bergumam,
duduk termangu dengan wajah berpeluh suram
dan mengangisi darah kami yang tak lagi menggenang?

Kami tak mati demi mencari matahari
atau menunggu bulan yang tengah menari
atau mengenang paras-paras bidadari dari tepi telaga tasnim
atau menghiasi mahkota-mahkota kami dengan dedaunan Adn

Hati kami telah terjual kepada cinta Yang Maha Agung
Karena kami hanya mati dalam tanda kutip

02 May 2004

PERANG DAN CINTA


Oleh Anis Matta

Jhon Lennon adalah sebuah trauma. Lahir di tengah puing perang dunia pertama, kedua dan perang Vietnam. Legenda pop tahun 60an itu tiba-tiba menemukan bumi ini seperti sepenggal neraka. maka lahirlah Flower Generation dengan semangat anti perang dan fenomena hypies. Bahkan ketika nama Tuhan disebut dalam perang, Bob Dylan justru mengatakan: "If God in our side, He'll stop the next war".
Sejarah perang modernadalah mimpi buruk terpanjang umat manusia. Api, debu, darah dan airmata. Terlalu mengerikan. Perang modern jadi tragedi kemanusiaan karena ia lahir dari dendam, keserakahan, megalomania dan kesunyian. Imperialisme Eropa ke timur adalah riwayat dendam dan keserakahan. Perang dunia pertama dan kedua adalah kisah keserakahan dan megalomania. Napoleon, Hitler dan Mussolini adalah legenda megalomania dan kesunyian: perang adalah cara mereka menyebar kemeranaan mereka. Sebab itu perang modern adalah brutalisme, sadisme, kanibalisme : saat-saat panjang tanpa kasih dari orang-prang yang menemukan kepuasan pada tetes-tetes darah dan airmata.

Tapi perang tidak hanya punya satu wajah. Perang punya wajah lain yang lebih agung, etis dan manusiawi. Perang adalah takdir manusia. Suka atau tidak suka, perang itu niscaya terjadi. Bedanya hanya pada dua hal: siapa musuhmu; dan dengan cara apa kamu melawannya. Siapa musuhmu menentukan atas nama apa kamu berperang. Caramu melawan menggambarkan watak perang yang kamu lakoni. Di dalam batinmu yang terdalam sebenarnya kamu tahu atas nama siapa kamu berperang: kebenaran atau kebathilan. Angkara murka yang lahir dari kebathilan niscaya melahirkan dendam, keserakahan, megalomania, sadisme, brutalisme dan kanibalisme. Habis itu kesunyian yang panjang; dan darah yang terus mengalir tanpa kasih.

Maka begitu Hitler menyadari kekalahnnya, ia bunuh diri. Darahnya dan darah korban-korbannya sama saja: merah! Tapi Khalid justru menangis karena mati di atas kasur, bukan di medan laga. Tapi mengapa revolusi Chili jadi nyanyian Pablo Nerudo? Mengapa Khalid bin Walid mengatakan: "Berjaga pada sebuah malam yang dingin di tengah peperangan, lebih aku sukai daripada berada di sisi seorang gadis di malam pengantin"? Mengapa Abu Bakar mengatakan "Carilah kematian agara kamu menemukan kehidupan"?

Jika kamu berperang di bawah bendera kebenaran, cinta mengendalikan motif dan caramu berperang. Tetap akan ada kekerasan dan darah. Tapi cinta membuatnya menjadi agung, etis dan lebih manusiawi. Perang -atau revolusi- adalah drama kemanusiaan. Di sana kita menyabung nyawa, karena ada yang kita cintai di sini; Tuhan, kehidupan, tanah air, bangsa, keluarga, diri sendiri. Perang bukanlah kebencian. Maka mereka yang tidak terlibat dalam perang tidak boleh dijadikan korban; anak-anak, orang tua, hewan, tumbuhan dan lingkungan hidup. Jika kebutuhan biologismu tersumbat karena perang, kamu bisa jadi sadis. Atau bahkan kanibalis. Maka prajurit perang -dalam Islam- harus kembali ke keluarganya setiap empat bulan; agar jihad lebi dekat kepada cinta, tidak berubah jadi benci.

perang semacam ini menciptakan kehidupan dari kematian. Hanya perang semacam ini yang dapat menghentikan perang dengan perang.

Bernard Lewis dan Ketakutan Yahudi


Website Koran Haaretz yang berbasis di Israel, edisi 28 April 2004, menurunkan sebuah berita berjudul: “55-nation meeting on anti-Semitism opens in Germany”. Konferensi Internasional tentang ‘anti-semitisme’ itu diselenggarakan di Berlin dan dibuka oleh Presiden Jerman Johannes Rau. Penyelenggaranya, Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) dan Jerman. Sejumlah tokoh dunia juga dijadwalkan memberikan presentasinya, seperti Menlu AS Colin Powel, sejumlah menteri negara-negara Eropa, dan pemenang Hadiah Nobel Elie Wiesel.
Selengkapnya


All written material is copyright mangdin(c)2006 --- Send me email to emilrabin@yahoo.com