11 August 2003
10 August 2003
Di pantai Gaza
sejauh cahaya emas Al-Aqsa
ku memandang Palestina pada senjanya
masih saja "jaisyu muhammad ..." bergema
kubalikkan tubuhku menghadap lautan merah
kurendam anganku dalam ombak kalbu
sore ini ada sebuah janji kerinduan
yang harus kujemput bersama arah angin
melalui laut tempat langit bercermin
semoga gerakku ini menjadi ilham
bagi anak-anak perlawanan
sejauh cahaya emas Al-Aqsa
ku memandang Palestina pada senjanya
masih saja "jaisyu muhammad ..." bergema
kubalikkan tubuhku menghadap lautan merah
kurendam anganku dalam ombak kalbu
sore ini ada sebuah janji kerinduan
yang harus kujemput bersama arah angin
melalui laut tempat langit bercermin
semoga gerakku ini menjadi ilham
bagi anak-anak perlawanan
Dinding Sepi
serasa apa hidup yang terpenjara
tak mampu berkata sepatah kata
tak mampu melihat barang sekejap
tersekat dinding yang menebal
pisahkan raga dari sukma
mestinya tangan memanggul senjata
mestinya kaki melaju ke laga
ruang waktu telah dikebiri
oleh tangan-tangan keji
di mana ia terkunci
di lorong sepi
senja hari
serasa apa hidup yang terpenjara
tak mampu berkata sepatah kata
tak mampu melihat barang sekejap
tersekat dinding yang menebal
pisahkan raga dari sukma
mestinya tangan memanggul senjata
mestinya kaki melaju ke laga
ruang waktu telah dikebiri
oleh tangan-tangan keji
di mana ia terkunci
di lorong sepi
senja hari
08 August 2003
Emad Aqeel
Perkampungan Jabalia Gaza, Palestina Juli 1971
Lahirlah dengan segenap arti kemarahan
Hiduplah untuk mengukir segala perlawanan
Di kampus maupun di penjara
Jangan lepaskan Al-Quran dari tangan
Di perbatasan dan pertempuran
Jangan lepaskan senjata dari genggaman
Emad Aqeel, pemuda yang jiwanya ...
Digambar bocah-bocah Palestina pada tembok pertahanan
Yang sejarahnya adalah gerak dari perkemahan
Yang usianya adalah memberontak dari pengungsian
Yang kakinya berlari datang dan pergi melawan
Perempatan Shaja'eya Gaza, Palestina November 1993
Kerinduan yang selalu disiramnya telah berbunga
Gemuruh peluru dan pekatnya asap menjadi saksi
Ia mati menjadi legenda bagi para generasi
Syahid dengan wajah yang robek oleh peluru
Ia menuju Rabbnya dengan membunuh berpuluh serdadu
Emad Aqeel, pemuda yang jiwanya ...
Setajam batu-batu yang dilemparkan pada penjajahan
Perkampungan Jabalia Gaza, Palestina Juli 1971
Lahirlah dengan segenap arti kemarahan
Hiduplah untuk mengukir segala perlawanan
Di kampus maupun di penjara
Jangan lepaskan Al-Quran dari tangan
Di perbatasan dan pertempuran
Jangan lepaskan senjata dari genggaman
Emad Aqeel, pemuda yang jiwanya ...
Digambar bocah-bocah Palestina pada tembok pertahanan
Yang sejarahnya adalah gerak dari perkemahan
Yang usianya adalah memberontak dari pengungsian
Yang kakinya berlari datang dan pergi melawan
Perempatan Shaja'eya Gaza, Palestina November 1993
Kerinduan yang selalu disiramnya telah berbunga
Gemuruh peluru dan pekatnya asap menjadi saksi
Ia mati menjadi legenda bagi para generasi
Syahid dengan wajah yang robek oleh peluru
Ia menuju Rabbnya dengan membunuh berpuluh serdadu
Emad Aqeel, pemuda yang jiwanya ...
Setajam batu-batu yang dilemparkan pada penjajahan
04 August 2003
RAHASIA
Di sekolah, Sutiyoso diberitahu oleh teman
sekelasnya bahwa
sebagian besar orang dewasa
pasti menyembunyikan sekurang-kurangnya satu
rahasia, dan bahwa
mudah sekali memeras
mereka dengan mengatakan, 'Saya sudah tahu
semuanya'.
Sutiyoso kembali ke rumah dan memutuskan
untuk mencobanya.
Ketika ia tiba di rumah, sambil
memberi salam kepada ibunya, ia mengatakan,
"Saya sudah tahu
semuanya."
Ibunya segera memberinya 20 ribu rupiah dan
berkata, "Jangan
ceritakan pada ayahmu!".
Kemudian dengan sabar, anak itu menanti
ayahnya pulang kerja,
dan menyalaminya dengan,
"Saya sudah tahu semuanya."
Ayahnya cepat-cepat memberinya 50 ribu
rupiah dan berkata,
"Tolong jangan katakan apa-apa pada ibumu!"
Pada hari berikutnya, ketika Sutiyoso mau
berangkat ke
sekolah, ia bertemu dengan supir ayahnya di
pintu depan.
Anak itu menyalaminya sambil berkata, "Saya
sudah
tahu semuanya."
Supir itu segera berjongkok, mengulurkan
tangannya dan
berkata,
"Kemari, nak! Peluklah ayahmu ini!"
Di sekolah, Sutiyoso diberitahu oleh teman
sekelasnya bahwa
sebagian besar orang dewasa
pasti menyembunyikan sekurang-kurangnya satu
rahasia, dan bahwa
mudah sekali memeras
mereka dengan mengatakan, 'Saya sudah tahu
semuanya'.
Sutiyoso kembali ke rumah dan memutuskan
untuk mencobanya.
Ketika ia tiba di rumah, sambil
memberi salam kepada ibunya, ia mengatakan,
"Saya sudah tahu
semuanya."
Ibunya segera memberinya 20 ribu rupiah dan
berkata, "Jangan
ceritakan pada ayahmu!".
Kemudian dengan sabar, anak itu menanti
ayahnya pulang kerja,
dan menyalaminya dengan,
"Saya sudah tahu semuanya."
Ayahnya cepat-cepat memberinya 50 ribu
rupiah dan berkata,
"Tolong jangan katakan apa-apa pada ibumu!"
Pada hari berikutnya, ketika Sutiyoso mau
berangkat ke
sekolah, ia bertemu dengan supir ayahnya di
pintu depan.
Anak itu menyalaminya sambil berkata, "Saya
sudah
tahu semuanya."
Supir itu segera berjongkok, mengulurkan
tangannya dan
berkata,
"Kemari, nak! Peluklah ayahmu ini!"